Kalau ingin berjuang.. Jangan takut sama lawan, biarkan ia menyerang, karena kau akan jadi pemenang.. Kalau kau ingin berjuang, peganglah semua teman, jikalau mereka menyakitkan, biarkan mereka yang menjadi penguatmu untuk selalu berjuang. Karena berjuang tanpa rintangan itu tidaklah menyenangkan.
Cute Tinkerbell

Minggu, 29 November 2015

Ranting Kecil (dening mifta)



                                       
Ranting Kecil
                                          Ranting Kecil
                                                                                 by : Mifta AnNajah
Ranting kecil, bangunlah....

Hari ini dan seterusnya telah menantimu...

Untuk berlari dan melaju...

Ranting kecil, bangkitlah...

Bukankah kau tak ingin bunuh mimpimu..?

Bukankah kau tak ingin sia-siakan hidupmu..?

Bukankah kau tak ingin menghentikan perjuanganmu slama ini..?

Kutahu...hama lelah telah menyerangmu...

Jenuh telah menghantuimu....

Desiran angin telah mengoncangkanmu...

Badai telah menerpamu...

Namun.....

Jangan menyerah

Jangan putus asa

Ingat ranting kecil...

batang dan akar yang slalu menopangmu...

Batang dan akar, yang slalu mengharapkan bunga mekar dari perjuanganmu....

Bangunlah ranting kecil...bangunlah

Jadikan lelahmu itu menjadi Lillah.



#22/nov/2015
#Mifta_AnNajah


Sabtu, 21 November 2015

A great parents





Bismillahirrahmanirrahim.....

Bunda Ayah...Jangan terlalu memanjakan anak-anak dengan hal-hal yang bersifat keduniawian, Tapi lebih manjakanlah mereka dengan hal-hal yang bersifat ukhrawi.
Bunda Ayah....Jangan terlalu bangga karena anak-anak tidak GapTek, Tapi lebih banggalah jika anak-anak tidak GapQur (Gagap Qur'an).
penting untuk diketahui oleh Bunda dan Ayah karena berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan buah hati.
Bun yah.. anak-anak itu mempunyai masa yang sangat berharga dan dalam psikologi masa itu biasa di sebut dengan Golden Child atau masa keemasan dari usia 0-5 tahun. Yang mana pada masa ini anak sangat peka dan sensitif terhadap informasi dan pengaruh dari luar, mereka mudah meniru apa yang mereka lihat / dengar. Oleh karena itu, manfaatkanlah masa keemasan pada anak-anak dengan sebaik mungkin, kita didik mereka, kita bimbing mereka dan kita ajarkan mereka dengan hal-hal yang positif, hal-hal yang dapat menjadikan dirinya kelak bermanfaat bagi orang lain, berprestasi di masa depannya " Seorang anak adalah harapan, Yaa harapan...menjadi generasi sekaligus pewaris akhlakul karimah dari orangtuanya, menjadi khalifah di muka bumi yang bijaksana " .
Nah Bund Yah, pendidikan akhlak paling utama... kenapa ? karena supaya mereka cerdas dalam berakhlak.
" Tidak ada pemberian ibu bapak yang paling berharga kepada anaknya daripada pendidikan akhlak mulia " (HR. Bukhari)

ketika Bunda dan Ayah berhasil dalam mendidik anak dengan baik, tetap dalam konteks islami, maka Bunda dan Ayah layak disebut Orangtua yang cerdas yang hebat..
Orangtua yang cerdas dan hebat tidak harus orangtua yang berpendidikan tinggi (S1 / S2 /S3). Tapi mereka yang berhasil dalam mendidik anaknya dari usia dini sampai ia tumbuh menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain.

semoga tulisan tersebut dapat menambah pengetahuan bagi kalian para pembaca.....
Semangat Bunda Ayah.
jadilah parenting yang luar biasa... :-)

#22/November/2015 (pukul 08:25)
#Mifta_AnNajah

Kamis, 19 November 2015

Ilmu Tasawuf



HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU LAINNYA

Disusun untuk Memenuhi Tugas
Matakuliah Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu : Miftakhul Huda


                                                Disusun oleh kelompok 1 :
1.   Mifta Ariswati                                     (2023113038)
2.   Asyafi’ul Musyafa’ Alfaris                (2023113041)
3.   Ismi Riayuniarti                                  (2023113042)
4.   Lina Mayasari                                     (2023113046)
Kelas B



PRODI PGMI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ilmu tasawuf merupakan rumusan tentang teoritis terhadap wahyu-wahyu yang berkenaan dengan hubungan antara tuhan dengan manusia dan apa yang harus dilakukan oleh manusia agar dapat berhubungan sedekat mungkin dengan tuhan baik dengan pensucian jiwa dan latihan-latihan spritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tetang persoalan tentang akidah dan adapun filsafat adalah rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut bagai manusia mengenai keberadaan (esensi), proses dan sebagainya, Seperti proses penciptaan alam dan manusia. Sedangkan ilmu jiwa adalah ilmu yang membahas tentang gejala-gejala dan aktivitas kejiwaan manusia.





  

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tasawuf
Menurut Al-Junaid al-Bagdadi (w. 298 H/910 M), tasawuf ialah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan akhlak yang fitri, menekan sifat basyariyah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat-sifat rohaniah, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberikan nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah, dan mengikuti syari’at Rasulullah SAW.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin menerangkan bahwa ilmu tasawuf adalah ilmu yang membahas cara-cara seseorang mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.[1]
Menurut Muhammad Amin Al-Kurdi, ia mengemukakan, tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukannya dengan suluk, dan perjalanan menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan (laranga-larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya).[2]
Jadi intinya ilmu tasawuf ilmu adalah suatu cara atau usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

B.    Hubungan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Lainnya
1.     Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu kalam (tauhid)
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Pesoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis. Adapun argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an Al-Hadits.[3]
Ilmu tasawuf mengemukakan bahasan-bahasan tentang jalan praktis untuk merasakan sifat-sifat dan kalam Allah tersebut. Jika ilmu kalam, misalnya menjelaskan bahwa Allah Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, maka ilmu tasawuf mengemukakan bahasan bagaimana merasakan Esa dan kasih sayang Tuhan tersebut. Dengan demikian ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual, rohaniyah dari ilmu kalam.
Penjelasan ini juga berarti bahwa tidak cukup hanya pengenalan akan pengasih dan penyayangnya Allah tetapi juga mesti dirasakan dan diaplikasikan. Dengan demikian, kajian ilmu kalam akan lebih terasa maknanya jika diisi dengan ilmu tasawuf.
Sebaliknya, ilmu kalam pula dapat berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Jika ada teori-teori dalam ilmu tasawuf yang tidak sesuai dengan kajian ilmu kalam tentang Tuhan yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits maka mesti dibetulkan. Demikian terlihat hubungan timbal balik di antara ilmu tasawuf dan ilmu kalam..[4]
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf juga berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu tasawuf lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid. Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan ilmu kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional dan muatan naqliah. Jika tidak di imbangi oleh kesadaran rohaniah ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).
Tasawuf tidak akan ada kalau tidak ada tauhid, tegasnya tiada guna pembersihan hati kalau tidak beriman. Tasawuf  yang sebenarnya adalah hasil dari aqidah yang murni dan kuat yang sesuai dengan kehendak Allah dan Rasul-nya. Perlu diingat bahwa lapangan tasawuf itu adalah hati.[5]

2.     Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu fiqh
Fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’iyah yang amaliyah yakni yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan manusia baik dalam bentuk ibadah maupun mu’amalah.
Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqh selalu dimulai dari thaharah (tata cara bersuci), kemudian persoalan-persoalan fiqh lainnya. Namun, pembahasan fiqh tentang thaharah atau lainnya tidak secara langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Padahal, thaharah akan terasa lebih bermakna jika disertai pemahaman rohaniahnya.
Persoalan sekarang, disiplin ilmu apakah yang dapat menyempurnakan ilmu fiqh dalam persoalan-persoalan diatas? Ilmu tasawuf tampaknya merupakan jawaban paling tepat karana ilmu ini memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh. Corak batin yang dimaksud, seperti ikhlas dan khusyu’ berikut jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqh. Alasannya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah. Ilmu tasawuf dan ilmu fiqh adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi.[6]

3.     Hubungan ilmu tasawuf dengan filsafat
Al-kindi, sebagaimana yang dikutip oleh Irfan Abdul Hamid, mendefinisikan filsafat sebagai berikut:
“ Mengetahui sesuatu dengan hakikatnaya sebagai sebatas kemampuan manusia karena tujuan filosof di dalam ilmunya sampai kepada kebenaran dan di dalam amalnya sebagai amal yang benar “.
      Dari pengertian ini dapat dilihat bahwa filsafat berkonsentrasi pada pencarian hakikat sesuatu yang dapat mengantarkan pada ilmu dan amal yang benar (al-haq). Pencarian kebenaran dalam filsafat adalah dengan pendekatan kefilsafatan yaitu dengan pengerahan rasional atau pemikiran. Diantara objek-objek bahasan filsafat adalah jiwa dan roh. Di antara tokoh-tokoh filosof yang melakukan kajian terhadap jiwa dan roh ini adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Ghazali.
      Ilmu tasawuf di sisi lain juga berupaya untuk sampai kebenaran mutlak tetapi pendekatan yang digunakan lebih kepada zauq (rasa) dengan jalan riyadhah (latihan-latihan) pembersihan jiwa untuk dapat dekat dengan kebenaran mutlak (Allah). Di antara objek kajian tasawuf juga adalah jiwa dan roh kendati lebih sering menggunakan istilah qalb (hati).[7]
Hubungan filsafat dengan tasawuf menjadi sangat dekat karena selain sama-sama mengkaji masalah jiwa, juga keduanya sama-sama mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Filsafat yang berarti cinta kebijaksanaan merupakan upaya memurnikan hati manusia, dalam arti bertindak dan berbuat sebaik-baiknya. Ilmu tasawuf dan ilmu filsafat sama-sama mempunyai tujuan yakni mencari kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.[8]

4.     Hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu jiwa (psikologi)
Dalam percakapan sehari-hari, orang banyak mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Mengingat ada hubungan dan relevansi yang erat antara tasawuf dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat terlepas dari kajian tentang kejiwaan manusia itu sendiri.[9]
Dalam kajian ilmu jiwa dikatakan bahwa orang yang mentalnya sehat akan merasakan kebahagiaan dalam hidup, merasa dirinya berguna, dapat menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan sehingga terhindar dari rasa stress dan perilaku-perilaku yang tidak baik dan atau tercela.
Menurut para sufi perilaku (akhlak) seseorang bergantung kepada jenis jiwa yang berkuasa dalam dirinya. Apakah jiwa dikuasai oleh nafsu hewani atau jiwa yang dikuasai oleh cahaya Illah. Karena itulah, dalam tasawuf, jiwa mesti dibersihkan dengan berbagai latihan-latihan dan amalan-amalan.[10]
Dalam masyarakat saat ini istilah mental tidak asing lagi. Orang-orang sudah dapat menilai apakah seseorang itu baik mentalnya atau tidak. Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, tata mental sering digunakan sebagai nama lain dari kata personality (kepribadian) yang berarti semua unsur jiwa, termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan dan lain sebagainya.
Pada perilaku orang yang sehat mental akan tampak sebuah sikap yang tidak ambisius, sombong, rendah diri, apatis. Sikapnya terkesan wajar, menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri dan selalu gesit. Setiap tindak tanduknya ditujukan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan diri sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya pun digunakan untuk manfaat dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya bukan untuk bermegah-megah dan mencari kesenangan sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, tetapi digunakan untuk menolong orang miskin dan melindungi orang lemah.[11]
Tasawuf berusaha untuk melakukan kontak batin dengan tuhan bahwa berusaha untuk berada dihadirat Tuhan, sudah pasti akan memberikan ketentraman batin dan kemerdekaan jiwa dari segala pengaruh penyakit jiwa.
Dengan demikian antara tasawuf dengan ilmu jiwa memiliki hubungan yang erat karena salah satu tujuan praktis dari ilmu jiwa adalah agar manusia memiliki ketenangan hati, ketentraman jiwa dan terhindar dari penyakit-penyakit psikologis seperti dengki, sombong, serakah, takabbur dan sebagainya.[12]



BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang membahas cara atau usaha seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan ilmu tasawuf juga ada hubungannya dengan ilmu lainnya seperti ilmu kalam (tauhid), ilmu fiqh, ilmu filsafat dan ilmu jiwa (psikologi).
 Ilmu kalam dapat berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Jika ada teori-teori dalam ilmu tasawuf yang tidak sesuai dengan kajian ilmu kalam tentang Tuhan yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits maka mesti dibetulkan.
Ilmu tasawuf sangat berhubungan denga ilmu fiqh karana ilmu ini memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh. Corak batin yang dimaksud, seperti ikhlas dan khusyu’. Dan pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
Ilmu tasawuf hubungan juga berhubungan jiwa dengan badan agar tercipta keserasian di antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikkan manusia dengan dorongan-dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi.
Ilmu tasawuf dan ilmu filsafat sama-sama mempunyai tujuan yakni mencari kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.



DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Anwar, Rosihon, dkk. 2000. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Bangun Nasution, Ahmad. 2013. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.
Buku Akidah Akhlak MA.
Jamil, M. 2007. Cakrawala Tasawuf. Jakarta: Gaung Persada Press.
https://coretanyessyazwarni.wordpress.com/2014/01/08/makalah-akhlak-tasawuf-tentang-hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya (21 Juli 2013). Diakses. 20 Februari 2015
http://dmskelask.blogspot.com/2013/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-yang-lain.html (20 Februari 2015




[1] Buku Akidah Akhlak MA           
[2] Ahmad Bangun Nasution, Akhlak Tasawuf, Cet. I (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 7
[3] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, edisi revisi (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), hlm. 215
[4]  M.Jamil, Cakrawala Tasawuf, Cet. II (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 68-77
               [5]https://coretanyessyazwarni.wordpress.com/2014/01/08/makalah-akhlak-tasawuf-tentang-hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-lainnya (20 Februari 2015). Diakses. 20 Februari 2015
[6] Rosihon Anwar dkk, Ilmu Tasawuf, Cet. I (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), hlm. 90-91
[7] Rosihon Anwar, Op, cit., hlm.75-76
[8]Bachrun Rifa’i, Filsafat Tasawuf, Cet. I (Bandung:CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 85
[9] Rosihon Anwar dkk, Op, cit., hlm. 93
[10] M. Jamil, Op, cit., hlm. 77
[11] Rosihon Anwar dkk, Op., cit, hlm. 94-95
[12] http://dmskelask.blogspot.com/2013/07/hubungan-tasawuf-dengan-ilmu-yang-lain.html (20 Februari 2015). Diakses. 20 Februari 2015