Kalau ingin berjuang.. Jangan takut sama lawan, biarkan ia menyerang, karena kau akan jadi pemenang.. Kalau kau ingin berjuang, peganglah semua teman, jikalau mereka menyakitkan, biarkan mereka yang menjadi penguatmu untuk selalu berjuang. Karena berjuang tanpa rintangan itu tidaklah menyenangkan.
Cute Tinkerbell

Kamis, 03 Maret 2016

Cerpen Fiksi => Genre => Horor and Roman => SR 370.7

SR 370.7
Oleh: Mifta Ariswati

Kuliah di hari sabtu ? mungkin banyak sebagian dari mahasiswa yang protes karena hari sabtu yang seharusnya istirahat, berlibur atau jalan-jalan sama temen, tapi malah disuruh kuliah. Berbeda denganku, aku gadis yang mempunyai nama lengkap keyla salsabila tapi biasa dipanggil keysa, paling suka kalau hari sabtu ada jadwal kuliah, kenapa ? karena kuliah di hari sabtu, aku merasa seperti mahasiswa pascasarjana (S2).
“ nulis apa itu key “ tanya seorang gadis yang duduk di sebelahku.
“ ini ? catatan hati seorang mahasiswa “ ucapku sembari tersenyum simpul.
Jam kuliah telah selesai, sang raja siang pun rupanya lelah menampakkan dirinya sehingga tergantikan oleh lembayung senja. Aku, salwa, mirna, faris dan dimas berjalan menuju ke sebuah gedung persegi panjang, bertingkat dan bercat hijau tua, di depan teras gedung itu terpampang sebuah nama “ Perpustakaan An-najah“. Di situlah mahasiswa berburu referensi untuk tugas kuliah atau sekedar berteduh karena ruangnya begitu adem sambil mengoperasikan laptopnya.
Salwa, mirna, faris dan dimas berpencar mencari buku, sedangkan aku binggung mau cari buku apa, di bagian apa. Ramainya mahasiswa yang menempati setiap meja untuk membaca membuatku semakin binggung. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah meja persegi paling pojok di bawah AC. Meja itu kosong, sedangkan yang aku lihat mahasiswa yang sekedar membaca atau menulis lebih suka berdesakan menempatkan diri di meja yang sudah tak layak digunakan untuk tempat membaca. Karena membaca itu membutuhkan tempat yang tenang dan tidak berisik.
“ key, mau kemana ? “ suara itu datang menghampiri
“ mau ke rak buku SR 370.7, sal..” ucapku sembari mengarahkan ke meja yang dekat dengan rak buku itu.
“ apa ? jangan ! key, jangan kesitu ! “ sontak salwa melarang
“ kok jangan ? aku  mau cari novel disitu sekalian membaca di meja itu “ ucapku menentang
“ iya kamu boleh cari buku atau novel disitu, tapi jangan membaca di meja itu “ ujar gadis yang membawa buku yaitu mirna.
“ kenapa ? ada hantu ? kalian takut ? “ ucapku tegas dengan tatapan sayu
“ key, kamu kan tahu di SR 370.7 itu ada sesuatu yang aneh, apalagi jika kamu ada di meja itu “ ujar mirna membujuk.
“ justru itu yang aneh yang membuat aku semakin penasaran, sudah ah, kalau kalian mau pulang, pulang aja..” ucapku lagi.
“ tapi, key “ ucap mirna lirih, ia kehabisan akal untuk membujukku tidak ke tempat itu. Pada akhirnya, mirna dan salwa pun membiarkan aku untuk menempati meja kosong itu. Salwa dan mirna pun pulang karena mereka ada urusan lain, sedangkan faris dan dimas masih sibuk mencari buku referensi di SR (Sirkulasi) lain.
Bujukkan salwa tidak mempengaruhi pendirianku untuk ke meja itu. kulangkahkan kakiku menuju meja yang terkenal angker, aku memberanikan diri untuk menempati meja dekat lemari rak buku yang tertulis SR 370.7. Diam dan tenang yang aku rasakan disitu tanpa ada rasa takut yang menghantuiku. aku semakin penasaran tentang cerita seram yang sering kudengar dari teman-teman. Benar-benar tak ada seorangpun yang berada di sekita meja itu kecuali penjaga perpus yang posisinya lumayan jauh dari meja itu. Kedua tangan dan mataku mulai mencari, memilah beberapa buku pendidikan dan novel yang akan ku baca. Matapun berjumpa dengan sebuah novel karya sastrawan sastrawan ternama yang sedang nge-trend di muka bumi, segera kuambil, kuletakkan di meja dan mulai kubaca. Kekagumanku meledak seketika, saat aku benar-benar menyelami konflik demi konflik yang tergambar dengan sempurna. Dalam pikiranku, aku  selalu berharap kapan aku bisa menulis novel sebagus itu, meskipun tidak sebagus itu tapi setidaknya dapat memotivasi dan mempunyai manfaat tersendiri untuk pembaca. Perlahan bibirku tersungging senyum kagum, bola mataku berbinar dan seperti mendapatkan suntikan semangat untuk menulis.
Saat kubaca separuh dari isi novel, tiba-tiba kefokusanku mendalami konflik dari novel yang kubaca nyaris memudar ketika aku mendengar suara “ glubrak “ dari dekat tempat dudukku. Suaranya begitu jelas dan deket sekali dengan posisi tempat dudukku. Bulu halus tanganku mulai berdiri, karena udara di ruangan itu semakin dingin, mungkin karena posisi dudukku tepat dibawah AC, perlahan aku menengok ke belakang. Entah jantungku begitu berdegup kencang dan kulihat sosok lelaki berkulit putih kekuningan dengan kemeja biru yang melekat di tubuhnya sedang mengambil beberapa buku yang jatuh dari genggamannya.
Lelaki itu tersenyum ketika aku memandangnya. “ apakah ini hantunya ? “ gumamku dalam hati sembari kubalas senyumnya.
“ mbak udah adzan maghrib, sholat dulu mbak “ ucap lelaki itu.
“ Dia benar-benar bukan hantu, tapi malaikat “ gumamku lagi. Aku hanya menganggukkan kepala sesekali tersenyum membalas pandangan lelaki yang membawa setumpuk buku itu. Aku pun membatasi halaman novel yang masih separuh terbaca, ku taruh di atas meja, bergegas aku meninggalkan gudang ilmu itu untuk melaksanakan sholat maghrib berjamaah di musholah kampus.
“ Permisi mbak, mau ambil sepatu “ suara lelaki mendekati.
“ Oh iya silahkan “ ucapku sembari memakai sepatu.
“ Loch kamu yang tadi duduk di meja paling pojok itu kan ?” tanya lelaki itu.
“ Iya kak, ada apa ya kak “ jawabku memandangnya, dan akupun terkejut ternyata lelaki yang ada di sampingku adalah lelaki yang aku temui di perpustakaan.
“ Tidak apa-apa, kalau boleh tahu nama kamu siapa dan semester berapa ?” ucapnya lagi.
“ Namaku keysa, semester 6..kak “ kataku
“ ohya namaku hisyam, mahasiswa semester tua alias semester 8 “ ucapnya.
walaupun semester tua tapi wajah tetep muda kok “ ujarku sembari meringis.
“ kamu bisa aja key.. “ ayo mau ke perpus lagi tidak ?” Ucap hisyam mengajak.
Aku pun tak menolak ajakannya, karena memang aku belum selesai menelusuri konflik dalam novel yang aku baca. Aku dan lelaki yang tinggi badannya hampir sama denganku berjalan menuju ke perpustakaan.
Suasana lingkungan kampus di malam hari memang begitu sunyi, tak ada celoteh mahasiswa berdiskusi, bersenda gurau dan tak ada aktivitas, selain mereka yang memanfaatkan waktu malam minggu untuk membaca atau mencari referensi kuliah di perpustakaan.
Kembali lagi di perpustakaan keadaannya tetap sama, meja itu tetap kosong, tak ada seorangpun yang mau menempati kecuali aku dan sederet buku di rak SR 370.7.
“ hey, aku boleh duduk disini ? “ tanya hisyam sembari menaruh beberapa buku yang tebal di atas meja.
“ iya kak, boleh “ kataku.
“ terima kasih, ohya kamu tidak takut tadi sendirian di situ, apalagi di meja deket SR.370.7 ?? “ ucap lelaki yang duduk di hadapanku sembari menyalakan laptop dan memulai mengerjakan tugas kuliahnya.
“ Emangnya di meja deket SR 370.7 ada apa kak ? “ ujarku pura-pura tidak tahu.
“ ada hantu cantik yang ada di depanku “ cetus  hisyam sembari tersenyum.
“ apaan sih..kak “ ucapku tersenyum malu.
Canda tawa pun mulai terhias di meja itu, dan entah kenapa setiap hisyam melempar senyumnya kepadaku, jantungku berdegup kencang. Mungkinkah ada sebuah perasaan yang timbul disitu, dan perasaan apakah itu ? aku sendiripun tidak tahu.

SR 370.7 yang konon katanya angker ternyata menjadi saksi bisu tentang kedekatanku dengan sosok lelaki yang smart dalam studinya di kampus itu. Memang benar jika kita berfikir positif atau berfikir yang baik-baik tentang sesuatu yang kita takuti maka semuanya akan baik-baik saja, bahkan mungkin lebih baik dari apa yang kita fikirkan itu.

0 komentar:

Posting Komentar