SR 370.7
Oleh:
Mifta Ariswati
Kuliah di hari sabtu ?
mungkin banyak sebagian dari mahasiswa yang protes karena hari sabtu yang
seharusnya istirahat, berlibur atau jalan-jalan sama temen, tapi malah disuruh
kuliah. Berbeda denganku, aku gadis yang mempunyai nama lengkap keyla salsabila
tapi biasa dipanggil keysa, paling suka kalau hari sabtu ada jadwal kuliah,
kenapa ? karena kuliah di hari sabtu, aku merasa seperti mahasiswa pascasarjana
(S2).
“ nulis apa itu key “
tanya seorang gadis yang duduk di sebelahku.
“ ini ? catatan hati
seorang mahasiswa “ ucapku sembari tersenyum simpul.
Jam kuliah telah
selesai, sang raja siang pun rupanya lelah menampakkan dirinya sehingga
tergantikan oleh lembayung senja. Aku, salwa, mirna, faris dan dimas berjalan
menuju ke sebuah gedung persegi panjang, bertingkat dan bercat hijau tua, di
depan teras gedung itu terpampang sebuah nama “ Perpustakaan An-najah“. Di
situlah mahasiswa berburu referensi untuk tugas kuliah atau sekedar berteduh
karena ruangnya begitu adem sambil mengoperasikan laptopnya.
Salwa, mirna, faris dan
dimas berpencar mencari buku, sedangkan aku binggung mau cari buku apa, di bagian
apa. Ramainya mahasiswa yang menempati setiap meja untuk membaca membuatku
semakin binggung. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah meja persegi paling
pojok di bawah AC. Meja itu kosong, sedangkan yang aku lihat mahasiswa yang
sekedar membaca atau menulis lebih suka berdesakan menempatkan diri di meja
yang sudah tak layak digunakan untuk tempat membaca. Karena membaca itu membutuhkan
tempat yang tenang dan tidak berisik.
“ key, mau kemana ? “
suara itu datang menghampiri
“ mau ke rak buku SR
370.7, sal..” ucapku sembari mengarahkan ke meja yang
dekat dengan rak buku itu.
“ apa ? jangan ! key,
jangan kesitu ! “ sontak salwa melarang
“ kok jangan ? aku mau cari novel disitu sekalian membaca di meja
itu “ ucapku menentang
“ iya kamu boleh cari
buku atau novel disitu, tapi jangan membaca di meja itu “ ujar
gadis yang membawa buku yaitu mirna.
“ kenapa ? ada hantu ?
kalian takut ? “ ucapku tegas dengan tatapan sayu
“ key, kamu kan tahu di
SR 370.7 itu ada sesuatu yang aneh, apalagi jika kamu ada di meja itu “
ujar mirna membujuk.
“ justru itu yang aneh
yang membuat aku semakin penasaran, sudah ah, kalau kalian mau pulang, pulang
aja..” ucapku lagi.
“ tapi, key “
ucap mirna lirih, ia kehabisan akal untuk membujukku tidak ke tempat itu. Pada
akhirnya, mirna dan salwa pun membiarkan aku untuk menempati meja kosong itu.
Salwa dan mirna pun pulang karena mereka ada urusan lain, sedangkan faris dan
dimas masih sibuk mencari buku referensi di SR (Sirkulasi) lain.
Bujukkan salwa tidak
mempengaruhi pendirianku untuk ke meja itu. kulangkahkan kakiku menuju meja
yang terkenal angker, aku memberanikan diri untuk menempati meja dekat lemari
rak buku yang tertulis SR 370.7. Diam dan tenang yang aku rasakan disitu tanpa
ada rasa takut yang menghantuiku. aku semakin penasaran tentang cerita seram
yang sering kudengar dari teman-teman. Benar-benar tak ada seorangpun yang
berada di sekita meja itu kecuali penjaga perpus yang posisinya lumayan jauh
dari meja itu. Kedua tangan dan mataku mulai mencari, memilah beberapa buku
pendidikan dan novel yang akan ku baca. Matapun berjumpa dengan sebuah novel
karya sastrawan sastrawan ternama yang sedang nge-trend di muka bumi, segera
kuambil, kuletakkan di meja dan mulai kubaca. Kekagumanku meledak seketika,
saat aku benar-benar menyelami konflik demi konflik yang tergambar dengan
sempurna. Dalam pikiranku, aku selalu
berharap kapan aku bisa menulis novel sebagus itu, meskipun tidak sebagus itu
tapi setidaknya dapat memotivasi dan mempunyai manfaat tersendiri untuk
pembaca. Perlahan bibirku tersungging senyum kagum, bola mataku berbinar dan
seperti mendapatkan suntikan semangat untuk menulis.
Saat kubaca separuh
dari isi novel, tiba-tiba kefokusanku mendalami konflik dari novel yang kubaca
nyaris memudar ketika aku mendengar suara “ glubrak “ dari dekat tempat
dudukku. Suaranya begitu jelas dan deket sekali dengan posisi tempat dudukku.
Bulu halus tanganku mulai berdiri, karena udara di ruangan itu semakin dingin,
mungkin karena posisi dudukku tepat dibawah AC, perlahan aku menengok ke
belakang. Entah jantungku begitu berdegup kencang dan kulihat sosok lelaki berkulit
putih kekuningan dengan kemeja biru yang melekat di tubuhnya sedang mengambil
beberapa buku yang jatuh dari genggamannya.
Lelaki itu tersenyum
ketika aku memandangnya. “ apakah ini hantunya ? “ gumamku dalam hati
sembari kubalas senyumnya.
“ mbak udah adzan
maghrib, sholat dulu mbak “ ucap lelaki itu.
“ Dia benar-benar bukan
hantu, tapi malaikat “ gumamku lagi. Aku hanya
menganggukkan kepala sesekali tersenyum membalas pandangan lelaki yang membawa
setumpuk buku itu. Aku pun membatasi halaman novel yang masih separuh terbaca, ku
taruh di atas meja, bergegas aku meninggalkan gudang ilmu itu untuk
melaksanakan sholat maghrib berjamaah di musholah kampus.
“ Permisi mbak, mau
ambil sepatu “ suara lelaki mendekati.
“ Oh iya silahkan “
ucapku sembari memakai sepatu.
“ Loch kamu yang tadi
duduk di meja paling pojok itu kan ?” tanya lelaki itu.
“ Iya kak, ada apa ya
kak “ jawabku memandangnya, dan akupun terkejut ternyata
lelaki yang ada di sampingku adalah lelaki yang aku temui di perpustakaan.
“ Tidak apa-apa, kalau
boleh tahu nama kamu siapa dan semester berapa ?” ucapnya
lagi.
“ Namaku keysa,
semester 6..kak “ kataku
“ ohya namaku hisyam,
mahasiswa semester tua alias semester 8 “ ucapnya.
“ walaupun semester
tua tapi wajah tetep muda kok “ ujarku sembari meringis.
“ kamu bisa aja key.. “
ayo mau ke perpus lagi tidak ?” Ucap hisyam mengajak.
Aku pun tak menolak
ajakannya, karena memang aku belum selesai menelusuri konflik dalam novel yang
aku baca. Aku dan lelaki yang tinggi badannya hampir sama denganku berjalan
menuju ke perpustakaan.
Suasana lingkungan
kampus di malam hari memang begitu sunyi, tak ada celoteh mahasiswa berdiskusi,
bersenda gurau dan tak ada aktivitas, selain mereka yang memanfaatkan waktu
malam minggu untuk membaca atau mencari referensi kuliah di perpustakaan.
Kembali lagi di
perpustakaan keadaannya tetap sama, meja itu tetap kosong, tak ada seorangpun
yang mau menempati kecuali aku dan sederet buku di rak SR 370.7.
“ hey, aku boleh duduk
disini ? “ tanya hisyam sembari menaruh beberapa buku yang
tebal di atas meja.
“ iya kak, boleh “
kataku.
“ terima kasih, ohya
kamu tidak takut tadi sendirian di situ, apalagi di meja deket SR.370.7 ?? “
ucap lelaki yang duduk di hadapanku sembari menyalakan laptop dan memulai
mengerjakan tugas kuliahnya.
“ Emangnya di meja
deket SR 370.7 ada apa kak ? “ ujarku pura-pura tidak
tahu.
“ ada hantu cantik yang
ada di depanku “ cetus
hisyam sembari tersenyum.
“ apaan sih..kak “
ucapku tersenyum malu.
Canda tawa pun mulai
terhias di meja itu, dan entah kenapa setiap hisyam melempar senyumnya
kepadaku, jantungku berdegup kencang. Mungkinkah ada sebuah perasaan yang
timbul disitu, dan perasaan apakah itu ? aku sendiripun tidak tahu.
SR 370.7 yang konon
katanya angker ternyata menjadi saksi bisu tentang kedekatanku dengan sosok
lelaki yang smart dalam studinya di kampus itu. Memang benar jika kita berfikir
positif atau berfikir yang baik-baik tentang sesuatu yang kita takuti maka
semuanya akan baik-baik saja, bahkan mungkin lebih baik dari apa yang kita
fikirkan itu.
0 komentar:
Posting Komentar